BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Menurut pasal 1313 KUHPerdata perjanjian adalah perbuatan dengan
mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau
lebih. Dari peristiwa ini timbullah suatu hubungan hukum antara dua orang atau
lebih yang disebut perjanjian yang didalamnya terdapat hak dan kewajiban
masing-masing pihak. Dan perjanjian adalah sumber perikatan.
B.
Rumusan Masalah
1.
Jelaskan
pengetian, dan standart kontrak tentang
hukum perjanjian?
2.
Jelaskan
macam-macam hukum perjanjian serta syarat sahnya?
3.
Jelaskan kapan lahirnya perjanjian serta
pelaksanaan dan pembatalan perjanjian?
C.
Tujuan
1.
Untuk
mengetahui pengertian dan standart kontrak dalam hukum perjanjian.
2.
Untuk
mengetahui macam-macam hukum perjanjian serta syarat sahnya.
3.
Untuk
mengetahui kapan lahirnya perjanjian serta pelaksanaan dan pembatalan
perjanjian.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Hukum Perjanjian
Dalam hukum asing dijumpai istilah overeenkomst (bahasa Belanda),
contract /agreement (bahasa Inggris), dan sebagainya yang merupakan istilah
yang dalam hukum kita dikenal sebagai ”kontrak” atau ”perjanjian”. Umumnya
dikatakan bahwa istilah-istilah tersebut memiliki pengertian yang sama,
sehingga tidak mengherankan apabila istilah tersebut digunakan secara
bergantian untuk menyebut sesuatu konstruksi hukum.
Istilah kontrak atau perjanjian dapat kita jumpai di dalam KUHPerdata,
bahkan didalam ketentuan hukum tersebut dimuat pula pengertian kontrak atau
perjanjian. Disamping istilah tersebut, kitab undang-undang juga menggunakan
istilah perikatan, perutangan, namun pengertian dari istilah tersebut tidak
diberikan.
Pada pasal 1313 KUHPerdata merumuskan pengertian perjanjian, adalah
: suatu perbuatan satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang
atau lebih.Namun para ahli hukum mempunyai pendapat yang berbeda-beda mengenai
pengertian perjanjian, Abdulkadir Muhammad mengemukakan bahwa perjanjian adalah
suatu persetujuan dengan dua orang atau lebih saling mengikatkan diri untuk
melaksanakan suatu hal mengenai harta kekayaan. Ahli hukum lain mengemukakan
bahwa suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada
seseorang yang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk
melaksanakan suatu hal yang menimbulkan perikatan berupa suatu rangkaian
perkataan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau
ditulis[1].
Menurut J.Satrio perjanjian dapat mempunyai dua arti, yaitu arti luas dan arti
sempit, dalam arti luas suatu perjanjian berarti setiap perjanjian yang
menimbulkan akibat hukum sebagai yang dikehendaki oleh para pihak termasuk
didalamnya perkawinan, perjanjian kawin, dll, dan dalam arti sempit perjanjian disini
berarti hanya ditujukan kepada hubungan-hubungan hukum dalam lapangan hukum
kekayaan saja, seperti yang dimaksud oleh buku III kitab undang-undang hukum
perdata.
B.
Standar Kontrak
Dalam Perjanjian
Standar
Kontrak adalah perjanjian yang isinya telah
ditetapkan terlebih dahulu secara tertulis berupa formulir-formulir yang
digandakan dalam jumlah tidak terbatas, untuk ditawarkan kepada para konsumen
tanpa memperhatikan perbedaan kondisi para konsumen
Menurut
Mariam Darus, standar kontrak terbagi dua yaitu umum dan khusus.[2]
1. Kontrak
standar umum artinya kontrak yang isinya telah disiapkan lebih dahulu oleh
kreditur dan disodorkan kepada debitur.
2. Kontrak standar khusus,
artinya kontrak standar yang ditetapkan pemerintah baik adanya dan berlakunya
untuk para pihak ditetapkan sepihak oleh pemerintah.
Menurut Remi Syahdeini,[3]
keabsahan berlakunya kontrak baru tidak perlu lagi dipersoalkan karena kontrak
baru eksistensinya sudah merupakan kenyataan.
Kontrak
baru lahir dari kebutuhan masyarakat. Dunia bisnis tidak dapat berlangsung
dengan kontrak baru yang masih dipersoalkan.
Suatu
kontrak harus berisi:
- Nama dan tanda tangan pihak-pihak yang membuat kontrak.
- Subjek dan jangka waktu kontrak
- Lingkup kontrak
- Dasar-dasar pelaksanaan kontrak
- Kewajiban dan tanggung jawab
- Pembatalan kontrak
C. Macam-Macam
Perjanjian
Macam-macam
perjanjian obligator [4]ialah
sebagai berikut:
1)
Perjanjian dengan cuma-cuma dan perjanjian dengan beban.
- Perjanjian dengan cuma-cuma ialah suatu perjanjian dimana pihak yang satu memberikan suatu keuntungan kepada yang lain tanpa menerima suatu manfaat bagi dirinya sendiri. (Pasal 1314 ayat (2) KUHPerdata).
- Perjanjian dengan beban ialah suatu perjanjian dimana salah satu pihak memberikan suatu keuntungan kepada pihak lain dengan menerima suatu manfaat bagi dirinya sendiri.
2)
Perjanjian sepihak dan perjanjian timbal balik.
- Perjanjian sepihak adalah suatu perjanjian dimana hanya terdapat kewajiban pada salah satu pihak saja.
- Perjanjian timbal balik ialah suatu pe
- rjanjian yang memberi kewajiban dan hak kepada kedua belah pihak.
3)
Perjanjian konsensuil, formal dan riil.
- Perjanjian konsensuil ialah perjanjian dianggap sah apabila ada kata sepakat antara kedua belah pihak yang mengadakan perjanjian tersebut.
- Perjanjian formil ialah perjanjian yang harus dilakukan dengan suatu bentuk tertentu, yaitu dengan cara tertulis.
- Perjanjian riil ialah suatu perjanjian dimana selain diperlukan adanya kata sepakat, harus diserahkan.
4)
Perjanjian bernama, tidak bernama, dan campuran.
- Perjanjian bernama ialah suatu perjanjian dimana UU telah mengaturnya dengan ketentuan-ketentuan khusus yaitu dalam Bab V sampai bab XIII KUHPerdata ditambah titel VIIA.
- Perjanjian tidak bernama ialah perjanjian yang tidak diatur secara khusus.
- Perjanjian campuran ialah perjanjian yang mengandung berbagai perjanjian yang sulit di kualifikasikan.
D.
Syarat-syarat Sah Perjanjian
Suatu kontrak dianggap sah (legal) dan mengikat, maka perjanjian
tersebut harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Menurut ketentuan pasal 1320
KUHPerdata, ada empat syarat yang harus dipenuhi untuk sahnya suatu perjanjian,
yaitu[5] :
1. Sepakat mereka yang
mengikatkan dirinya Syarat pertama merupakan awal dari terbentuknya perjanjian,
yaitu adanya kesepakatan antara para pihak tentang isi perjanjian yang akan
mereka laksanakan. Oleh karena itu timbulnya kata sepakat tidak boleh
disebabkan oleh tiga hal, yaitu adanya unsur paksaan, penipuan, dan kekeliruan.
Apabila perjanjian tersebut dibuat berdasarkan adanya paksaan dari salah satu
pihak, maka perjanjian tersebut dapat dibatalkan.
2. Kecakapan untuk membuat
suatu perikatan Pada saat penyusunan kontrak, para pihak khususnya manusia
secara hukum telah dewasa atau cakap berbuat atau belum dewasa tetapi ada
walinya. Di dalam KUHPerdata yang disebut pihak yang tidak cakap untuk membuat
suatu perjanjian adalah orang-orang yang belum dewasa dan mereka yang berada dibawah pengampunan.
3. Mengenai suatu hal
tertentu Secara yuridis suatu perjanjian harus mengenai hal tertentu yang telah
disetujui. Suatu hal tertentu disini adalah objek perjanjian dan isi
perjanjian. Setiap perjanjian harus memiliki objek tertentu, jelas, dan tegas.
Dalam perjanjian penilaian, maka objek yang akan dinilai haruslah jelas dan
ada, sehingga tidak mengira-ngira.
4. Suatu sebab yang halal Setiap
perjanjian yang dibuat para pihak tidak boleh bertentangan dengan
undang-undang, ketertiban umum, dan kesusilaan. Dalam akta perjanjian sebab
dari perjanjian dapat dilihat pada bagian setelah komparasi, dengan syarat
pertama dan kedua disebut syarat subjektif, yaitu syarat mengenai orang-orang
atau subjek hukum yang mengadakan perjanjian, apabila kedua syarat ini
dilanggar, maka perjanjian tersebut dapat diminta pembatalan. Juga syarat
ketiga dan keempat merupakan syarat objektif, yaitu mengenai objek perjanjian
dan isi perjanjian, apabila syarat tersebut dilanggar, maka perjanjian tersebut
batal demi hukum. Namun,apabila perjanjian telah memenuhi unsur-unsur sahnya
suatu perjanjian dan asas-asas perjanjian, maka perjanjian tersebut sah dan
dapat dijalankan.
E.
Saat Lahirnya Perjanjian
Menetapkan kapan saat lahirnya perjanjian mempunyai arti penting
bag[6]i :
a)
kesempatan penarikan kembali penawaran.
b) penentuan
resiko.
c)
saat mulai dihitungnya jangka waktu kadaluwarsa
d)
menentukan tempat terjadinya perjanjian.
Berdasarkan Pasal 1320 jo 1338 ayat (1) BW/KUHPerdata dikenal
adanya asas konsensual, yang dimaksud adalah bahwa perjanjian/kontrak lahir
pada saat terjadinya konsensus/sepakat dari para pihak pembuat kontrak terhadap
obyek yang diperjanjikan.Pada umumnya perjanjian yang diatur dalam BW bersifat
konsensual. Sedang yang dimaksud konsensus/sepakat adalah pertemuan kehendak
atau persesuaian kehendak antara para pihak di dalam kontrak. Seorang dikatakan
memberikan persetujuannya/kesepakatannya (toestemming), jika ia memang
menghendaki apa yang disepakati.
Mariam Darus Badrulzaman melukiskan pengertian sepakat sebagai
pernyataan kehendak yang disetujui (overeenstemende wilsverklaring) antar
pihak-pihak. Pernyataan pihak yang menawarkan dinamakan tawaran (offerte).
Pernyataan pihak yang menerima penawaran dinamakan akseptasi (acceptatie). Jadi
pertemuan kehendak dari pihak yang menawarkan dan kehendak dari pihak yang
akeptasi itulah yang disebut sepakat dan itu yang menimbulkan/melahirkan
kontrak/perjanjian.
Ada beberapa teori yang bisa digunakan untuk menentukan saat
lahirnya kontrak yaitu:a. Teori Pernyataan (Uitings Theorie)Menurut teori ini,
kontrak telah ada/lahir pada saat atas suatu penawaran telah ditulis surat
jawaban penerimaan. Dengan kata lain kontrak itu ada pada saat pihak lain
menyatakan penerimaan/akseptasinya.b. Teori Pengiriman (Verzending
Theori).Menurut teori ini saat pengiriman jawaban akseptasi adalah saat
lahirnya kontrak. Tanggal cap pos dapat dipakai sebagai patokan tanggal
lahirnya kontrak.
c. Teori Pengetahuan (Vernemingstheorie).Menurut teori ini saat
lahirnya kontrak adalah pada saat jawaban akseptasi diketahui isinya oleh pihak
yang menawarkan.d. Teori penerimaan (Ontvangtheorie).Menurut teori ini saat
lahirnya kontrak adalah pada saat diterimanya jawaban, tak peduli apakah surat
tersebut dibuka atau dibiarkan tidak dibuka. Yang pokok adalah saat surat
tersebut sampai pada alamat si penerima surat itulah yang dipakai sebagai
patokan saat lahirnya kontrak.
F. Pelaksanaan dan Pembatalan Suatu Perjanjian
Pelaksanaan
Perjanjian[7]
Yang dimaksud dengan pelaksanaan disini adalah realisasi
atau pemenuhan hak dan kewajiban yang telah diperjanjikan oleh pihak- pihak
supaya perjanjian itu mencapai tujuannya. Pelaksanaan perjanjian pada dasarnya
menyangkut soal pembayaran dan penyerahan barang yang menjadi objek utama
perjanjian. Pembayaran dan penyerahan barang dapat terjadi secara serentak.
Mungkin pembayaran lebih dahulu disusul dengan penyerahan barang atau
sebaliknya penyerahan barang dulu baru kemudian pembayaran.
Pembayaran:
1) Pihak
yang melakukan pembayaran pada dasarnya adalah debitur yang menjadi pihak dalam
perjanjian
2) Alat bayar
yang digunakan pada umumnya adalah uang
3) Tempat
pembayaran dilakukan sesuai dalam perjanjian
4) Media
pembayaran yang digunakan
5) Biaya
penyelenggaran pembayaran
Penyerahan
Barang
Yang
dimaksud dengan lavering atau transfer of ownership adalah penyerahan suatu
barang oleh pemilik atau atas namanya kepada orang lain, sehingga orang lain
ini memperoleh hak milik atas barang tersebut. Syarat- syarat penyerahan barang
atau lavering adalah sebagai berikut:
1) Harus
ada perjanjian yang bersifat kebendaan
2) Harus
ada alas hak (title), dalam hal ini ada dua teori yang sering digunakan yaitu
teori kausal dan teori abstrak
3)
Dilakukan orang yang berwenang mengusai benda
4)
Penyerahan harus nyata (feitelijk)
Penafsiran
dalam Pelaksanaan Perjanjian
Dalam suatu perjanjian, pihak- pihak telah menetapkan apa-
apa yang telah disepakati. Apabila yang telah disepakati itu sudah jelas
menurut kata- katanya, sehingga tidak mungkin menimbulkan keraguan- keraguan
lagi, tidak diperkenankan memberikan pengewrtian lain. Dengan kata laintidak
boleh ditafsirkan lain (pasal 1342 KUHPerdata). Adapun pedoman untuk melakukan
penafsiran dalam pelaksanaan perjanjian, undang- undang memberikan ketentuan-
ketentuan sebagai berikut:
1) Maksud
pihak- pihak
2) Memungkinkan janji itu dilaksanakan
3) Kebiasaan setempat
4) Dalam hubungan perjanjian keseluruhan
5) Penjelasan dengan menyebutkan contoh
6) Tafsiran berdasarkan akal sehat
2) Memungkinkan janji itu dilaksanakan
3) Kebiasaan setempat
4) Dalam hubungan perjanjian keseluruhan
5) Penjelasan dengan menyebutkan contoh
6) Tafsiran berdasarkan akal sehat
Pembatalan
perjanjian[8]
Pengertian pembatalan dalam uraian ini mengandung dua macam
kemungkinan alasan, yaitu pembatalan karena tidak memenuhi syarat subyektif,
dan pembatalan karena adanya wanprestasi dari debitur. Wanprestasi adalah tidak
dilaksanakannya prestasi atau kewajiban sebagaimana mestinya yang dibebankan
oleh kontrak terhadap pihak-pihak tertentu seperti yang disebutkan dalam
kontrak.
Ada
tiga bentuk ingkar janji, yaitu :
1.
Tidak memenuhi prestasi sama sekali
2.
Terlambat memenuhi prestasi, dan
3.
Memenuhi prestasi secara tidak sah akibat munculnya wanprestasi ialah timbulnya
hak pada pihak yang dirugikan untuk menuntut penggantian kerugian yang
dideritanya terhadap pihak yang wanprestasi. Pihak yang wansprestasi memiliki
kewajiban untuk membayar ganti rugi kepada pihak yang menderita kerugian.
Tuntutan pihak yang dirugikan terhadap pihak yang menyebabkan kerugian berupa :
a.
Pemenuhan perikatan.
b.
Pemenuhan perikatan dengan ganti rugi
c.
Ganti rugi
d.
Pembatalan persetujuan timbal balik.
e.
Pembatalan dengan ganti rugi.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dalam makalah ini
membahas tentang pengertian hukum perjanjian, sebagai mana yang dijelaskan
bahwa hukum perjanjian adalah suatu perbuatan
satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.
sedangkan Standar Kontrak adalah
perjanjian yang isinya telah ditetapkan terlebih dahulu secara tertulis berupa
formulir-formulir yang digandakan dalam jumlah tidak terbatas, untuk ditawarkan
kepada para konsumen tanpa memperhatikan perbedaan kondisi para konsumen.
Suatu
kontrak dianggap sah (legal) dan mengikat, maka perjanjian tersebut harus memenuhi
syarat-syarat tertentu, antara lain:
1.
Sepakat
mereka yang mengikatkan dirinya.
2.
Kecakapan
untuk membuat suatu perikatan.
3.
Mengenai
suatu hal tertentu Secara yuridis suatu perjanjian harus mengenai hal tertentu
yang telah disetujui.
Menurut Mariam Darus Badrulzaman melukiskan pengertian
sepakat sebagai pernyataan kehendak yang disetujui (overeenstemende
wilsverklaring) antar pihak-pihak. Pelaksanaan perjajian sendiri adalah realisasi atau pemenuhan hak dan
kewajiban yang telah diperjanjikan oleh pihak- pihak supaya perjanjian itu
mencapai tujuannya. Sedangkan dalam pembatalan
sendiri terjadi karena tidak memenuhi syarat subyektif, dan karena adanya wanprestasi dari debitur .
B.
Saran
Setelah
disusunnya makalah mengenai Hukum Perjanjian ini, diharapkan dapat menambah
wawasan pembaca khususnya di mata kuliah Aspek Hukum dalam Ekonomi. Disamping
itu kami juga menyadari bahwa pada makalah
ini masih jauh dari kesempurnaan, maka dari itu kami menerima kritik
maupun saran yang membangun agar dalam pembuatan tugas selanjutnya lebih baik
lagi.
DAFTAR PUSTAKA
www.shanovasha.blogspot.co.id/2015/04/tugas-2-aspek-hukum-dalam-ekonomi-bab-5
diakses pada jam 6:50 tgl 14-10-2015
www.sendyego.blogspot.com/2011/05/hukum-perjanjian-standar-kontrak.html
diakses pada jam 07:00 tgl 14-10-2015
www.dhit333-thehalfevil.blogspot.com/2012/04/macam-macam-perjanjian.html
diakses pada jam 7:10 tgl 14-10-2015
www.makalahdanskripsi.blogspot.com/2008/07/makalah-hukum-perikatan.html
diakses pada jam 7:15 tgl 14-10-2015
[1] www.shanovasha.blogspot.co.id/2015/04/tugas-2-aspek-hukum-dalam-ekonomi-bab-5
diakses pada jam 6:50 tgl 14-10-2015
[2] www.sendyego.blogspot.com/2011/05/hukum-perjanjian-standar-kontrak.html
diakses pada jam 07:00 tgl 14-10-2015
[4] www.dhit333-thehalfevil.blogspot.com/2012/04/macam-macam-perjanjian.html
diakses pada jam 7:10 tgl 14-10-2015
[5] www.shanovasha.blogspot.co.id/2015/04/tugas-2-aspek-hukum-dalam-ekonomi-bab-5
diakses pada jam 6:50 tgl
14-10-2015
[6]
www.makalahdanskripsi.blogspot.com/2008/07/makalah-hukum-perikatan.html
diakses pada jam 7:15 tgl 14-10-2015
No comments:
Post a Comment